Kita pasti pernah mengunjungi terminal bus kota. Apa pemandangan umum yang terlihat? Kondisi semrawut, ketidakjelasan aturan dan banyaknya bus angkutan yang enggan masuk terminal. Akibatnya, sebagian penumpang tidak ingin berlama-lama ada di dalam terminal, atau bahkan sebagiannya lagi lebih suka menunggu angkutan di luar terminal.
Ini adalah pemandangan umum terminal bus di negeri kita. Bisa jadi di tempat lain kondisinya jauh lebih baik. Namun begitu, sesungguhnya terminal memiliki sejumlah fungsi penting bagi system transportasi angkutan umum. Mari kita beberapa di antaranya:
Pertama, terminal berfungsi untuk menata semua kendaraan angkutan. Sehingga jelas jalur barisan dan arah tujuannya.
Kedua, untuk melakukan persiapan dan pemeriksaan kondisi kendaraan, sehingga bisa dipastikan dalam keadaan baik. Bagaimana tekanan angina, air radiator, atau membersihkan kotoran yang ada di dalam kendaraan.
Ketiga, untuk saling bertukar informasi dan pengalaman antar para pengemudi tentang berbagai hal. Bahkan banyak masalah yang dihadapi bisa teratasi dengan cara seperti ini.
Keempat, sebagai tempat bagi pengemudi dan kendaraannya beristirahat, menormalisir kondisi setelah melewati jalan-jalan panjang yang penuh liku-liku.
Tarbiyah, dengan holaqoh-holaqohnya, bisa dianalogikan seperti terminal bagi para kader dakwah. Sebagai kader yang siap mengemban amanah dakwah mengajak manusia ke jalan Islam –sebagaimana bus angkutan keluar terminal mengangkut para penumpang ke tujuan yang ditetapkan– mereka membutuhkan holaqoh-holaqoh tarbawiyah yang berfungsi sebagaimana terminal. Holaqoh tarbawiyah berfungsi menata shaf para kadernya sehingga seperti al-bunyan al-marshush. Holaqoh menjadi tempat melakukan persiapan dan pemeriksaan kondisi ruhiyah, fikriyah dan jasadiyah para kader sebelum berangkat ke medan dakwah. Juga menjadi tempat bertukar informasi dan berbagi pengalaman dakwah, karena informasi adalah jendela kehidupan dan pengalaman adalah guru terbaiknya. Serta di holaqoh tarbawiyah inilah, mereka beristirahat, me-recovery kondisi diri setelah melewati jalan-jalan dakwah, dengan berbagai rintangan, ujian dan juga aneka kenikmatannya.
Di dalam holaqoh tarbawiyah –sebagaimana juga terminal– ada kepala terminal yang bertugas memberikan arahan atau taujihat, teguran atau tadzkirah dan bahkan sanksi atau ‘uqubah. Keta’atan kepada murobbi dan kepala terminal –yang didasari kesadaran, pemahaman dan cita-cita bersama– mutlak diperlukan bagi terbangunnya kondisi holaqoh atau terminal yang baik, tertib dan nyaman. Pada sisi lain, terbangunnya hubungan persaudaraan atau ukhuwah dan semangat bekerjasama atau ‘amal jama’i akan menjadikan aktivitas di dalam terminal itu ringan, menyenangkan dan produktif. Kader atau mutarobbi yang baik adalah mereka yang disiplin masuk-keluar holaqoh. Sebagaimana pengemudi angkutan yang baik adalah yang disiplin masuk-keluar terminal. Artinya, kesibukan dakwah di lapangan tidak melalaikan setiap kader untuk masuk kembali ke terminal, dan baru keluar ke medan dakwah kembali setelah melewati proses penataan ulang, pembekalan, pemeriksaan dan penyegaran di holaqoh tarbawiyah. Pada saat yang sama, murobbi yang baik –sebagaimana kepala terminal yang baik– adalah mereka yang selalu stand-by di holaqoh menyambut kehadiran para mutarobbinya, untuk kemudian menjalankan peran atau fungsi tarbiyah secara optimal.
Tahukah kita penyebab pokok semrawutnya kondisi terminal di negeri kita ini? Banyak sebab, diantaranya adalah sebagian pengemudi angkutan lebih suka berkeliaran di jalanan mengangkut sebanyak-banyaknya. Tetapi pada saat yang sama enggan masuk terminal, karena merasa akan terikat dengan berbagai aturan. Juga di dalam terminal tidak tersedia aturan-aturan yang jelas dan tegas, serta tidak terjalinnya hubungan antar manusia yang baik. Sebab berikutnya adalah seringkali kepala terminal tidak berada pada tempat tugasnya, atau kalaupun ada tetapi tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.
Era jahriyah-jamajiriyah membuka peluang sangat luas dan besar bagi penerimaan dakwah dari berbagai kalangan masyarakat. Kondisi ini memang harus direspon dengan baik oleh para kader dakwah. Namun yang harus diperhatikan, jangan sampai keasyikan kita merespon peluang dakwah lalu menyibukkan dan melalaikan kita dari tugas untuk masuk kembali ke holaqoh tarbawiyah, sebagai terminal dakwah.
Atas alasan apapun, melalaikan atau menomor-duakan tarbiyah merupakan kesalahan fatal. Kalau itu berlangsung terus-menerus dan tidak terobati, maka akan menimbulkan penyakit infirodi atau single-fighter dalam dakwah. Ini adalah sumber dari berbagai penyakit dakwah lainnya. Bahkan dalam banyak kasus, kader yang terjangkiti penyakit infirodi seringkali menjadi sandungan atau bahkan ancaman bagi keberlangsungan dakwah yang manhajiyah. Bila kader semacam ini memiliki pengaruh kuat pada orang-orang sekitarnya, ia bisa menjelma menjadi kantong-kantong kekuatan baru di dalam jama’ah dakwah. Sesuatu yang oleh ust. Fathi Yakan disebut sebagai virus yang bisa memporak-porandakan tanzhim dakwah. Demikianlah, tarbiyah –dengan holaqohnya– adalah terminal dakwah bagi para kader. Disiplin dalam masuk-keluar terminal, disiplin dalam mengikuti proses dan program di dalamnya, serta semangat kuat dalam membangun hubungan yang baik dengan semua pihak di dalamnya, menjadi kunci kesuksesan dakwah para kader. Insya Allah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar